Meningkatnya minat peneliti remaja, hasil
riset, dan inovasi mereka menginsinuasi Indonesia masih punya masa depan.
Selain faktor jumlah, kreativitas dan inovasi mereka orisinal, unik, menarik,
dan aplikatif. Itu kita catat dari penyelenggaraan Kompetisi Ilmiah LIPI 2013.
Karya penelitian yang diikutkan dalam kompetisi itu 2.600, naik 10 persen
dibandingkan dengan tahun lalu. Kita pantas bangga. Mereka menteles di antara
lumpur kegaduhan perpolitikan, karut-marut korupsi, bahkan wacana yang langsung
terkait urusan mereka, seperti Kurikulum 2013 dan ujian nasional. Mereka
mungkin tidak dimotivasi praksis pendidikan sehari-hari dan jauh dari proses
kependidikan sebagai proses pembudayaan. Mungkin mereka termasuk kelompok 10
besar di kelasnya. Bisa juga tidak, malah rata-rata di kelas. Masuk akal. Hasil
belajar tidak otomatis sejalan dengan minat meneliti. Apalagi praksis
pendidikan tidak selalu memotivasi siswa ingin tahu lebih.
Artinya, peningkatan minat peneliti remaja
ini perlu ditempatkan sebagai bahan perbaikan. Minat mereka bukanlah
penyimpangan. Kita syukuri hasil belajar seiring dengan minat melakukan riset,
dalam kaitan mata pelajaran, minat dan hobi, atau sekadar iseng. Minat meneliti
perlu diakomodasi sebagai sesuatu yang komplementer. Sekolah wajib memberikan
fasilitas, dengan pembimbingan klub peneliti, penyediaan dana, dan pun
mengapresiasinya sebagai hasil belajar. Hasil riset dan inovasi remaja perlu
dikawal agar tidak layu. Tanpa menekankan dampak komersialnya, pengawalan itu
berujung pada tujuan pengembangan minat meneliti. Merekalah embrio kelompok
penemu di masa depan, tidak hanya ilmu dan teknologi, tetapi juga bidang
kreatif lain, seperti sosial, ekonomi, dan budaya. LIPI berjasa menumbuhkan
minat.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000003254961
Kereeeeen postnyaaaa
BalasHapusPostingannya sangat bermanfaat.
BalasHapusI like it !!! ^_^
BalasHapus